Amanah merupakan
salah satu mandat atau tanggung jawab yang dititipkan kepada seseorang untuk
menjalaninya dengan rasa tanggung jawab. Ketika berbicara amanah, tidak bisa
dipisahkan dengan hubungan kepada sesama. Biasanya amanah diidentikkan
dengan hubungan antara pemimpin dan
bawahannya, atau dalam kehidupan masyarakat adalah warganya. Apabila seseorang
diberikan amanah oleh orang lain, maka hendaknya ini menjaga amanah dengan
tanggung jawab dan tidak menyia-nyiakannya bahkan menyelewengkannya.

Jabir Ra. Berkata
bahwa ketika Nabi SAW sedang berbicara dengan para sahabatt di suatu tempat,
datang seorang Arab bangsa Badui. Kemudian dia berkata, “Kapan terjadi kiamat?”
Rasulullah SAW meneruskan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah
SAW mendengar apa yang ditanyakan, tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakan
orang Badui tersebut.” Sementara, sebagian sahabat lain berkata,” Rasulullah
SAW tidak mendengar.” Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan pembicaraannya,
kemudian beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang kiamat?” Berkata lelaki
Badui itu, “Saya, Wahai Rasulullah SAW.” Rasulullah SAW bersabda, “Jika amanah
disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Kemudian Badui tersebut bertanya lagi,
“Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Jika urusan diserahkan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” ( HR. Bukhari )
Namun diera ini
menyia-nyiakan amanat buka lagi hal yang aneh, karena tindakan ini sudah
menjamur dimana-mana dan menyerang siapa saja. Tidak hanya menyia-nyiakan saja
tapi juga menyelewengkan. Menyia-nyiakan berarti orang yang bersangkuatan
menyimpan sikap acuh tak acih terhadap sesuatu, tetapi tidak ada niatan mencari
keuntungan untuk dirinya sendiri. Sedang menyelewengkan merupakan tindakan
simpatik terhadap sesuatu tetapi ada maksud lain untuk mendapat keuntungan bagi
dirinya sendiri.
Rasulullah SAW
pada sabdanya, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,maka tunggulah
kiamat.” Jadi agar suatu amanat dapat terjaga dengan lebih
baik, serahkan urusan kepada ahlinya. Karena jika kepada yang tidak ahli, tentu
saja ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, dan akhirnya tidak paham dengan
amanat, menyia-nyiakan amanat atau bahkan menyelewengkan amanat.
Suatu amanat
dapat terjaga dengan adanya rasa tanggung jawab. Dan setiap orang secara rohani
memiliki sifat tersebut, tinggal bagaimana cara memupuk dan memperlakukannya.
Dan semua yang baik maupun buruk itu, belajar dimulai dari sendiri. Sebelum
menjaga amanat yang berat, bisa diawali dengan sifat tanggung jawab yang ringan
daluhu, tidak terlalu melibatnya banyak orang. Misal, di suatu perkumpulan
arisan. Seseorang diberi amanat sebagai bendahara, mengurusi keuangan dan
membawa uang anggotanya. Dalam memilih kandidat bendahara, kita harus tahu
apakah orang ini bisa di percaya, mempunyai keahlian dalam mengurus keuangan?
Jika itu sudah dilakukan tentu kita dapat memilih orang yang tepat. Dan si
bendahara juga harus mampu menjaga kepercayaan dan amanat dari anggota lainnya.
Dengan belajar pada hal yang lebih ringan ini, maka jika kita diberi amanat
yang lebih besar, kita mempunyai mental dan jiwa untuk selalu menjaga amanat.
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” ( QS An Nisa : 58) wallau’alam.
“Senantiasa tersenyum dan menebarkan kebaikan”
Rofi’ie, Imam.
2013. Kenali Peristiwa-Peristiwa Tanda Akhir Zaman. Yogyakarta : Najah
Penulis : Ika Trismiati
Anak asuh Yayasan
Kemaslahatan Umat Yogyakarta
Mahasiswa
semester 6, Teknik Informatika, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta