Jumat, 29 Juli 2016

MAAF ?


Segala sesuatu yang ada atau yang terjadi pasti ada sebabnya. Begitu juga kata ‘maaf’. Kata ‘maaf’ muncul karena adanya kata ‘salah’. Adanya seseorang meminta maaf maupun memberi maaf karena adanya kesalahan kepada maupun terhadap orang lain. Dan semua orang pasti pernah melakukan kesalahan, kecuali Rasulullah SAW yang ma’shum (senantiasa dalam bimbingan Allah SWT).

Rasulullah SAW bersabda, “Setiap manusia pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baiknya pelaku kesalahan itu adalah orang yang segera bertaubat kepada Allah SWT.”

Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, melainkan orang yang melakukan kesalahan tapi dia segera bertaubat.

Setelah pembebasan Makkah (Fardhu Makkah), dihadapan orang-orang yang selama ini memusuhinya, Rasulullah SAW berkata, “Wahai orang-orang Quraisy, menurut pendapat kamu sekalian apa kira-kira yang akan aku perbuat terhadapmu sekarang? Jawab mereka, “Yang baik-baik. Saudara kami yang pemurah. Sepupu kami yang pemurah.”
Mendengar jawaban itu, Nabi SAW berkata, “Pergilah kamu semua, sekarang kamu sudah bebas.”

Rasulullah mengetahui mereka yang telah berkomplot untuk membunuhnya, yang telah menganiayanya dan menganiaya pengikutnya, yang melemparinya dengan kotoran, bahkan dengan batu. Namun beliau memaafkan semua kesalahan mereka. Nabi SAW yang ma’shum saja memaafkan kesalahan orang lain, apalagi kita yang manusia biasa, yang pasti pernah melakukan kesalahan, mengapa sulit untuk memaafkan orang lain?

Sebagai makhluk yang tidak lepas dari kesalahan, hendaknya kita mampu memaafkan orang lain. Kata maaf berasal dari Bahasa Al Qur’an yaitu alafwu yang berarti menghapus, karena memaafkan berarti menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Jadi, jika masih tersisa bekas luka didalam hati, masih ada dendam bisa jadi yang dilakukan masih pada tahap ‘masih menahan amarah’.
Islam memberikan derajat yang tinggi bagi orang yang bisa memaafkan kesalahan orang lain. Karena pemaaf merupakan akhlak yang sangat luhur.

Allah SWT berfirman, “…Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah.” (QS. Asy Syura : 40)

Dari Uqbah bin Amir berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “ Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah mendzalimimu.”” (HR. Ahmad, Al Hakim, dan Al Baghawy)
 
Al Qur’an menetapkan bahwa orang yang diperlakukan secara dzalim diizinkan untuk membela diri. Namun bukan membela diri berdasar balas dendam, tetapi dengan menunjukkan perbuatan yang luhur dan memaafkan.

“Dan janganlah bersumpah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bahwa mereka tidak akan memberi kepada kaum kerabat, orang-orang miskin, dan orang-orang yang berhijrah di Jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin kalau Allah Mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur : 22)

Seseorang dituntut untuk melapangkan dada agar dapat memaafkan orang lain, menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Terkadang karena suatu kesalahan orang, kita menjadi lupa akan kebaikannya, kita harus mempelakukannya secara seimbang.

Ahli hikmah mengatakan : lupakan kebaikanmu kepada orang lain dan lupakan kesalahan orang lain kepadamu. wallau’alam.

“Senantiasa tersenyum dan menebarkan kebaikan”
Soebachman, Adiba A dan Fajar Nugroho. 2015. Agar Tidak Bersedih & Berfikir Negatif Baca Buku Ini!. Yogyakarta: Kauna Pustaka

Penulis : Ika Trismiati
Anak asuh Yayasan Kemaslahatan Umat Yogyakarta
Mahasiswa semester 4, Teknik Informatika, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar